eri and his "friends"
It works!
Sabtu, 26 Februari 2011
A9amaku Adalah Jurnalisme
Di malam minggu ini, saya ingin berbagi nih. Kali ini saya ingin berbagai sebuah buku. Bukan bagi-bagi buku, maksudnya bagi-bagi rekomendasi buku bagus, hehe
Judulnya "A9ama Saya Adalah Jurnalisme" karangan Andreas Harsono. Ini nih gambar covernya:
Nah, apa sih ini?
Masalah judul, saya juga belum begitu paham kenapa pada kata "A9ama" menggunakan angka 9 yang lazimnya menggunakan huruf "G". Mungkin antisipasi masalah.
Buku ini intinya merupakan penjelasan Andreas tentang jurnalistik. Mulai dari dasar jurnalistik seperti 9 elemen jurnalisme hingga masalah yang mingkin timbul dalam sebuah kamar redaksi.
Mungkin beberapa dari Anda menganggap buku ini menganut teori tradisional. Tapi menurut saya buku ini patut untuk dibaca siapa saja yang ingin belajar jurnalisme, sekalipun Anda bukan dari disiplin ilmu itu.
It's recommended :)
Minggu, 20 Februari 2011
Sekarang Solo Punya Railbus
saya ingin sedikit bercerita nih. Masih tentang kota Solo. Kali ini berkaitan dengan alat transportasi baru yang baru siang tadi diresmikan.
Masih dalam euforia hari jadi kota Solo yang ke 266 tahun, siang tadi dilakukan peresmian Railbus dan bus wisata bertingkat di kota Solo. Peresmian diilakukan oleh Dr. Ir. Bambang Susantono beserta Walikota beserta wakilnya, pak Jokowi dan pak Rudi.
Selesai peresmian semua hadirin, termasuk pak Bambang, pak Jokowi, dan pak Rudi, menuju panggung kehormatan yang berada di Jalan Slamet Riyadi, dekat Sriwedari. Para hadirin akan menyaksikan arak-arakan Solo Carnival Eco Culture.
Sedikit info saja, Solo pernah membuat karnaval ini sebelumnya, untuk Solo Carnival Eco Culture kali ini juga tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Tapi sedikit gangguan terjadi, saat awal acara, hujan turun. Tidak begitu deras sih, tapi tetep aja, bikin basah kuyup kalau ga ngiyup. Apalagi camera dan laptop di tas.
Tapi salut juga deh sama peserta karnaval. Mereka semua tetap berjalan meskipun beberapa warga pergi berteduh. Tapi hujan tak berlangsung lama. sekitar lima belas menit kemudian hujan reda. Jalan Slamet Riyadi kembali penuh.
Semoga saja saya segera bisa mencoba dua alat transportasi ini, hehehe.
Sekalian saya beri foto pak Jokowi, walikota Solo saat menampilkan replika Railbusnya nih....
Jumat, 18 Februari 2011
Belajar Junalisme
Baik, akan saya mulai. Sebelumnya, tulisan saya ini menurut perspektif saya sendiri. Jadi mungkin masih banyak kekurangan walaupun juga terdapat berbagai kutipan.
Jurnalis berarti subjek yang berhadapan sengan sebuah jurnalisme. Ini berarti dia sebagai pelaku yang memenuhi kebutuhan informasi yang ada dengan berita sebagai produk utama pabrik media jurnalisme.
Pikiran saya dulu, ketika masih menjadi reporter dan pemimpin redaksi majalah sekolah, berita hanya saya anggap sebagai suatu tulisan, condong ke subjektif bahkan, yang penting menarik dan ‘keren’ meurut kita sendiri. Ya, sering tertawa dan geli sendiri jika mengingat betapa lugunya saya waktu itu. Berita majalah sekolah yang saya pimpin hanya diisi dengan kuliner, cerpen, info ringan copas internet, atau investigasi (sangat) ringan dengan verifikasi sangat minim (kalau tak mau dibilang menyedihkan). Bahkan dulu saya belum mengerti apa itu verifikasi.
Itu hanyalah masa lalu, tak indah kalau itu semua hilang begitu saja. Sekarang, saat saya mencoba belajar tentang apa itu jurnalisme, saya mulai perlahan mengerti bagian-bagian penting di dalamnya. Dalam sebuah lembaga pers mahasiswa yang saya ikuti, saya diajarkan bahwa dalam membuat berita, utamakan reportase. Jika kita mendengar sebuah isu, seorang wartawan harus punya insting skeptis sehingga mendorong untuk melakukan investigasi. Selain itu dalam menjalankan sebuah reportase, diajarkan pula bagaimana kita bersikap. Etika dalam berhubungan dengan narasumber. Ya, teknis memang, tapi ini menjadi bahan pembelajaran saya dan lembaga pers ini menurut saya menjadi laboratorium saya sebagai mahasiswa ilmu komunikasi. Selain itu saya juga ikut bergabung dengan Mediator, media kampus yang hanya berisi berita-berita yang sudah ditarget, bisa dibilang sebagai media komunitas. Di sini berbeda lagi, saya dituntut menyajikan berita lebih khusus lagi, yaitu tentang kampus dengan segala tetek-bengek di dalamnya. Tantangan tersendiri tentunya.
Kembali ke dalam sebuah jurnalisme. Seorang wartawan dalam membuat berita memang dituntut memberikan sebuah kebenaran. Tapi kebenaran macam apa memang masih rancu. Benar menurut sumber, benar menurut hukum, benar menurut adat, atau justru benar menurut wartawan sendiri? Yang terakhir saya kuran setuju, karena akan menyalahi unsur jurnalisme, yaitu objektifitas, seperti diungkapkan Bill Kovach dan Tom Rosentiel. Benar di sini lebih saya pahami sebagai benar apa yang kita dapat di lapangan. Sumber berkata ya, sumber berkata tidak, referensi menulis benar, referensi menulis salah, semua harus kita susun dengan tanpa penambahan. Nah, di sini tentu dituntut sebuah kecerdasan seorang wartawan. Karena dari ya, tidak, benar, dan salah itu tadi harus lahir sebuah berita yang berimbang. Muncul masalah lagi, berimbang yang seperti apa?
Memang panjang jika membahas berita dalam kacamata jurnalisme yang sebenarnya. Tidak seperti infotainment yang hanya mengedepankan menarik dan ledakan awal saja.
Lain kali saya posting tulisan yang saya kutip dari buku Bill Kovach tentang 9 elemen jurnalisme, deh. Saya harus masuk kelas kuliah dulu. Selamat pagi semuanya.....
Rabu, 09 Februari 2011
Selamat Datang untuk Saya
Minggu, 08 November 2009
Surat Dari Tahun 2070 Letter Written In Year 2070
“Dokumen ini dipublikasikan di majalah “Cronica de los Tiempos” April 2002. (Translation in free bahasa: Yuliana Suliyanti, Aug 2007)
Aku hidup di tahun 2070. Aku berumur 50 tahun, tetapi kelihatan seperti sudah berumur 85 tahun. Aku mengalami banyak masalah kesehatan. Terutama masalah ginjal karena aku minum sangat sedikit air putih.
Aku pikir aku tak akan hidup lama lagi. Sekarang, aku adalah orang yang paling tua di lingkunganku. Aku teringat di saat aku berumur 5 tahun. Semua sangat berbeda.
Masih banyak pohon di hutan dan tanaman hijau di sekitar, setiap rumah punya halaman dan tanaman yang indah, dan sangat suka bermain air dan mandi sepuasnya.
Sekarang, kami harus membersihkan diri hanya dengan handuk sekali pakai yang dibasahi dengan minyak mineral.
Sebelumnya, rambut yang indah adalah kebanggan semua perempuan. Sekarang, kami harus mencukur habis rambut untuk membersihkan kepala tanpa menggunakan air.
Sebelumnya, ayahku mencuci mobilnya dengan menyemprotkan air langsung dari keran ledeng. Sekarang, anak-anak tidak percaya bahwa dulunya air bisa digunakan untuk apa saja.
Aku masih ingat seringkali ada pesan yang mengatakan: “JANGAN MEMBUANG AIR” Tapi tak seorangpun memperhatikan pesan tersebut. Orang beranggapan bahwa air tidak akan pernah habis karena persediaannya yang tidak terbatas.
Sekarang sungai, danau , bendungan, dan air bawah tanah semuanya telah tercemar atau sama sekali kering.
Pemandangan sekitar yang terlihat hanyalah gurun-gurun pasir yang tandus.
Infeksi saluran pencernaan, kulit dan penyakit saluran kencing sekarang menjadi penyebab kematian nomor satu.
Industri mengalami kelumpuhan, tingkat pengangguran mencapai angka yang sangat dramatik. Perja hanya dibayar dengan segelas air minum per harinya.
Banyak orang yang menjarah air di tempat-tempat yang sepi.
80% makanan adalah makanan sintesis.
Sebelumnya, rekomendasi umum untuk kesehatan adalah minum 8 gelas air putih setiap hari. Sekarang, aku hanya bisa minum setengah gelas air setiap hari.
Sejak air menjadi barang langka, kami tidak mencuci baju, pakaian bekas pakai langsung dibuang, yang kemudian menambah banyaknya jumlah sampah. Kami menggunakan septic tank untuk buang air, seperti pada masa lampau, karena tidak ada air.
Manusia di jaman kami kelihatan menyedihkan, tubuh sangat lemah; kulit pecah-pecah akibat dehidrasi; ada banyak koreng dan luka akibat banyak terpapar sinar matahari karena lapisan ozon dan atmosfer bumi semakin habis.
Karena keringnya kulit, perempuan berusia 20 tahun kelihatan seperti telah berumur 40 tahun.
Morphology manusia mengalami perubagan.....
yang menghasilkan anak dengan berbagai masalah defisiensi, mutasi, dan malformasi.
Peemerintah bahkan membuat pajak atas udara yang kami hirup: 137 m per orang per hari (31,102 galon). Bagi siapa yang tidak dapat membayar pajak ini akan dikeluarkan dari “Kawasan Ventilasi” yang dilengkapi dengan peralatan paru-paru mekanik raksasa bertenaga surya yang menyuplai oksigen.
Udara yang tersedia di dalam “Kawasan Ventilasi” tidak berkualitas baik, tetapi setidaknya menyediakan oksigen untuk bernafas.
Umur hidup manusia rata-rata 35 tahun
Beberapa negara yang masih memiliki pulau bervegetasi mempunyai sumber air sendiri. Kawasan ini dijaga dengan ketat oleh pasukan bersenjata. Air menjadi barang yang sangat langka dan berharga, melebihi emas atau permata. Di sini di tempatku tidak ada pohon karena sangat jarang turun hujan. Kalaupun hujan, itu adalah hujan asam.
Tidak dikenal lagi adanya musim. perubahan iklim secara global terjadi di abad 20 akibat efek rumah kaca dan polusi. Kami sebelumnya telah diperingatkan bahwa sangat penting untuk menjaga kelestarian alam, tetapi tidak ada yang peduli.
Pada saat anak perempuanku bertanya bagaimana keadaannya ketika aku masih muda dulu, aku menggambarkan bagaimana indahnya hutan dan alam sekitar yang masih hijau. Aku menceritakan bagaimana indahnya hujan, bunga, asyiknya bermain air, memancing di sungi, dan bisa meminum air sebanyak yang kita mau.
Aku menceritakan bagaimana sehatnya manusia pada masa itu.
Dia bertanya:
Ayah! Mengapa tidak ada air lagi sekarang?
Aku merasa seperti ada yang menyumbat tenggorokanku...
Aku tidak dapat menghilangkan perasaan bersalah, karena aku berasal dari generasi yang menghancurkan alam dan lingkungan dengan tidak mengindahkan secara serius pesan-pesan pelestarian... dan banyak orang lain juga !
Aku berasal dari generasi yang sebenarnya bisa merubah keadaan, tetapi tidak ada seorangpun yang melakukannya.
Sekarang, anak dan keturunanku yang harus menerima akibatnya.
Sejujurnya, dengan situasi ini kehidupan di planet bumi tidak akan lama lagi punah, karena kehancuran alam akibat ulah manusia sudah mencapai titik akhir.
Aku berharap untuk bisa kembali ke masa lampau dan meyakinkan umat manusia untuk mengerti apa yang akan terjadi ...
... Pada saat itu masih ada kemungkinan dan waktu bagi kita untuk melakukan upaya menyelamatkan planet bumi ini.
-Kirimkan
OUR PLANET COULD BE CALLED WATER.
BUT REMEMBER, ONLY 3% IS DRINKABLE